Proses interview kerja merupakan proses rekrutment terakhir yang biasanya di lakukan oleh perushaan dalam memilih pegaawainya. Proses ini sangat krusial apakah anda dapat memperoleh pekerjaan yang anda inginkan.
Jika anda sudah mendapatkan jadwal interview, sebaiknya anda mempersiapkan diri untuk menghadapi interview yang akan anda jalani. Berikut ini cara mempersiapkan diri untuk menghadapi kondisi wawancara baik secara online maupun offline
1. Mempelajari Perusahaan
Meskipun anda melamar di sebuah perusahaan yang sudah familiar, tetapi penting untuk anda mengetahui perusahaan tersebut untuk mengetahui latar belakang perushaan tersebut, visi dan misi persuahaan tersebut, agar menjadi bahan untuk menambah wawasan anda dalam nanti saat di wawancara.
2. Latihan Interview
Latihan ini bisa di lakukan sendiri dengan menggunakan cermin atau kamera, dalam relfleksi yang sudah di lakuakan di media tersebut anda dapat menilai apakah gestur anda dan cara menjawab sudah sesuai dengan panduan wawancara.
Disini anda juga harus belajar untuk memilih kosa kata yang baik dalam wawancara karena terkadang kita melupakan hal yang satu ini karena sudah terbiasa menggunakan gaya bahasa salah di tempatkan pada lawan biacara
Dilatih untuk spontanitas dalam berfikir karena terkadang HRD bertanya di luar apa yang sudah kita siapkan
3. JOB desk
Wawancara merupakan cara perusahaan mengetahui seberapa paham calon kanidat mengetahui apa pekerjaan yang di lamarnya.Oleh karena itu coba pelajari apa yang harus anda ketahui untuk melaksanakan pekerjaan tersebut
AGUNG PAMBUDI DEWANTARA
Kamis, 26 September 2019
Selasa, 09 Juli 2019
DEMOKRASI EKONOMI DAN GLOBALISASI EKONOMI
·
Globalisasi Ekonomi
Proses
globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifatmendasar
atau struktural dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang
akansemakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga akan semakin cepat
danpeningkatan serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia. Perkembangan
ini telahmeningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan ekonomi dan juga
mempertajam persaingan antarnegara, tidak hanya dalam perdagangan internasional
tetapi juga dalam investasi, keuangan, dan produksi. Globalisasi ekonomi
ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi
atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi
“satu” proses yang melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan
dengan proses internasionalisasi produksi,2perdagangan dan pasar uang.
Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh atau
jangkauan kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh
kekuatan pasar global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan
oleh sebuah pemerintah secara individu.
Sebenarnya
proses globalisasi ekonomi telah terjadi sejak dahulu kala dan akan berlangsung
terus, walaupun prosesnya berbeda: dulu sangat lambat sedangkan sekarang ini
sangat pesat dan di masa depan akan jauh lebih cepat lagi. Perbedaan ini
disebabkan terutama oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
menghasilkan alat-alat komunikasi dan transportasi yang semakin canggih, aman
dan murah. Jadi dapat dikatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan faktor pendorong atau kekuatan utama dibalik proses globalisasi
ekonomi. Karena adanya satelit, hand phone, fax, Internet dan email
maka komunikasi atau arus informasi antarnegara menjadi sangat lancar dan
murah. Juga, adanya pesawat terbang yang semakin cepat terbangnya dengan
kapasitas penumpang yang semakin besar membuat mobilisasi dari pelaku-pelaku
ekonomi (konsumen, produsen, investor, dan bankir) antarnegara menjadi semakin cepat
dan murah. Ini semua meningkatkan arus transaksi ekonomi antarnegara dalam laju
yang semakin pesat. Globalisasi telah memberi perubahan yang radikal dalam
semua aspek kehidupan, mulai dari sosial, budaya, politik, ekonomi, hingga gaya
hidup sehari-hari.
·
Dampak
Globalisasi Terhadap Perekonomian Suatu Negara
Dampak dari globalisasi ekonomi terhadap
perekonomian suatu negara bisa positif atau negatif, tergantung pada kesiapan
negara tersebut dalam menghadapi peluang-peluang maupun tantangan-tantangan
yang muncul dari proses tersebut. Secara umum, ada empat (4) wilayah yang pasti
akan terpengaruh, yakni :
1. Ekspor. Dampak positifnya adalah ekspor atau pangsa pasar
dunia dari suatu negara meningkat; sedangkan efek negatifnya adalah
kebalikannya: suatu negara kehilangan pangsa pasar dunianya yang selanjutnya
berdampak negatif terhadap volume produksi dalam negeri dan pertumbuhan produk
domestiik bruto (PDB) serta meningkatkan jumlah pengangguran dan tingkat
kemiskinan. Dalam beberapa tahun belakangan ini ada kecenderungan bahwa
peringkat Indonesia di pasar dunia untuk sejumlah produk tertentu yang selama
ini diunggulkan Indonesia, baik barang-barang manufaktur seperti tekstil,
pakaian jadi dan sepatu, maupun pertanian (termasuk perkebunan) seperti kopi,
cokelat dan biji-bijian, terus menurun relatif dibandingkan misalnya Cina dan
Vietnam. Ini tentu suatu pertanda buruk yang perlu segera ditanggapi serius
oleh dunia usaha dan pemerintah Indonesia. Jika tidak, bukan suatu yang
mustahil bahwa pada suatu saat di masa depan Indonesia akan tersepak dari pasar
dunia untuk produk-produk tersebut.
2. Impor. Dampak negatifnya adalah peningkatan impor yang
apabila tidak dapat dibendung karena daya saing yang rendah dari produk-produk
serupa buatan dalam negeri, maka tidak mustahil pada suatu saat pasar domestik
sepenuhnya akan dikuasai oleh produk-produk dari luar negeri. Dalam beberapa
tahun belakangan ini ekspansi dari produk-produk Cina ke pasar domestik
Indonesia, mulai dari kunci inggris, jam tangan tiruan hingga sepeda motor,
semakin besar. Ekspansi dari barang-barang Cina tersebut tidak hanya ke
pertokoan-pertokoan moderen tetapi juga sudah masuk ke pasar-pasar rakyat
dipingir jalan.
3. Investasi. Liberalisasi pasar uang dunia yang membuat
bebasnya arus modal antarnegara juga sangat berpengaruh terhadap arus investasi
neto ke Indonesia. Jika daya saing investasi Indonesia rendah, dalam arti iklim
berinvestasi di dalam negeri tidak kondusif dibandingkan di negara-negara lain,
maka bukan saja arus modal ke dalam negeri akan berkurang tetapi juga modal
investasi domestik akan lari dari Indonesia yang pada aknirnya membuat saldo
4.
Tenaga kerja. Dampak negatifnya adalah membanjirnya tenaga ahli dari luar di
Indonesia, dan kalau kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia tidak segera
ditingkatkan untuk dapat menyaingi kualitas SDM dari negara-negara lain, tidak
mustahil pada suatu ketika pasar tenaga kerja atau peluang kesempatan kerja di
dalam negeri sepenuhnya dikuasai oleh orang asing. Sementara itu, tenaga kerja
Indonesia (TKI) semakin kalah bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara
lain di luar negeri. Juga tidak mustahil pada suatu ketika TKI tidak lagi
diterima di Malaysia, Singapura atau Taiwan dan digantikan oleh tenaga kerja
dari negara-negara lain seperti Filipina, India dan Vietnam yang memiliki
keahlian lebih tinggi dan tingkat kedisiplinan serta etos kerja yang lebih baik
dibandingkan TKI.
Keempat jenis dampak tersebut secara
bersamaan akan menciptakan suatu efek yang sangat besar dari globalisasi
ekonomi dunia terhadap perekonomian dan kehidupan sosial di setiap negara yang
ikut berpartisipasi di dalam prosesnya, termasuk Indonesia. Lebih banyak pihak
yang berpendapat bahwa globalisasi ekonomi akan lebih merugikan daripada
menguntungkan negara sedang berkembang (NSB) seperti Indonesia.
·
Faktor Pendorong Globalisasi Ekonomi
Secara garis besar,
Toffler dan Naisbitt mempunyai beberapa kesamaan dalam meramal dunia di masa
depan, diantaranya adalah bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahun
merupakan motor penggerak utama proses globalisasi ekonomi. Perubahan radikal
pada teknologi juga telah menciptakan perubahan pada politik, sosial dan
budaya.Mereka juga sependapat bahwa masyarakat dunia dewasa ini sedang memasuki
era masyarakat informasi yang beralih dari masyarakat industri.Artinya adalah
bahwa masyarakat tidak bisa lagi menutup diri dari luar karena teknologi
informasi mampu menembus batas-batas wilayah kekuatan negara Pengaruh radikal
dari kemajuan teknologi terhadap kehidupan masyarakat saat ini terutama sangat
ketara sekali pada kegiatan bisnis sehari-hari atau produk-produk yang
dihasilkan.Misalnya, fitur hand phone (HP) hampir setiap saat berganti sehingga
HP menjelma menjadi alat bertukar informasi melalui teknologi Internet ataupun
SMS, berfungsi sebagai games, kamera digital dan fungsi-fungsi lainnya.Kemampuan
komputer beserta program-programnya semakin canggih. Perubahan teknologi yang
sangat pesat sekarang ini juga telah mempengaruhi agro industri yang semakin
tumbuh kencang dengan varian-varian hasil produk, baik melalui rekayasa
genetika maupun akibat penemuan-penemuan varietas unggul. Demikian juga dalam
sektor kesehatan, produk-produknya juga mengalami revolusi dengan banyak
ditemukan jenis-jenis obat (supplement) baru yang memungkinkan manusia lebih
sehat atau lebih panjang usianya (Halwani, 2002).
Pada gilirannya, perubahan di sisi suplai
(produksi) tersebut telah membuat perubahan di sisi permintaan sesuai
fenomena supply creates its own demand: perilaku konsumen semakin
bervariatif mengikuti pilihan produk yang semakin kompetitif. Perubahan pola
konsumen telah terjadi tidak hanya di negara-negara maju tetapi juga di NSB;
tidak hanya di daerah perkotaan tetapi juga di daerah perdesaan atau pedalaman.
Walaupun tidak ada data empiris yang bisa mendukung, tetapi dapat diduga bahwa
jumlah penduduk di perdesaan di Indonesia yang sudah pernah minum coca cola
sekarang ini jauh lebih banyak dibandingkan pada awal tahun 1970an; demikian
juga jumlah penduduk di perdesaan yang memiliki HP saat ini jauh lebih banyak
dibandingkan pada awal tahun 1990-an. Bahkan banyak orang yang membeli HP atau
rutin menggantinya dengan seri baru bukan karena perlu tetapi karena
mengikuti trend yang sangat dipengaruhi oleh reklame dan
pergaulan. Jadi benar apa yang dikatakan oleh Anthony Giddens (2001) bahwa
globalisasi saat ini telah menjadi wacana baru yang menelusup ke seluruh
wilayah kehidupan baik di perkotaan maupun perdesaan. Globalisasi telah memberi
perubahan yang radikal dalam semua aspek kehidupan, mulai dari sosial, budaya,
politik, ekonomi, hingga gaya hidup sehari-hari.
Dalam komunikasi juga sangat nyata sekali pengaruh dari kemajuan
teknologi yang jangkauannya sudah menyebar dan melewati batas-batas negara yang
semakin mempersempit dunia.Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi,
semakin mudah pula masyarakat untuk mengaksesnya. Misalnya, dapat diduga bahwa
saat ini jumlah orang di Indonesia yang bisa akses ke siaran CNN atau FOX jauh
lebih banyak dibandingkan pada akhir dekade 80-an. Jumlah orang yang bisa
melihat siaran langsung perang Irak II pada pertengahan tahun 2003 diperkirakan
jauh lebih banyak dibandingkan pada saat perang Irak I (Perang Teluk) pada awal
tahun 1990-an. Contoh lainnya, menurut Giddens (2001), sebelum ada teknologi
Internet, diperlukan waktu 40 tahun bagi radio di AS untuk mendapatkan 50 juta
pendengar. Sedangkan dalam jumlah yang sama diraih oleh komputer pribadi (PC)
dalam 15 tahun. Setelah ada teknologi Internet, hanya diperlukan waktu 4 tahun
untuk menggaet 50 juta warga AS.
Faktor pendorong kedua
yang membuat semakin kencangnya arus globalisasi ekonomi adalah semakin
terbukanya sistem perekonomian dari negara-negara di dunia baik dalam
perdagangan, produksi maupun investasi/keuangan.Fukuyama (1999) menegaskan
bahwa dewasa ini baik negara-negara maju maupun NSB cenderung mengadopsi
prinsip-prinsip liberal dalam menata ekonomi dan politik domestik mereka.
Seperti yang dapat dikutip dari Friedman (2002), Ide dibelakang globalisasi
yang mengendalikannya adalah kapitalisme bebas – semakin Anda membiarkan
kekuatan pasar berkuasa dan semakin Anda membuka perekonomian Anda bagi
perdagangan bebas dan kompetisi, perekonomian Anda akan semakin efisien dan
berkembang pesat. Globalisasi berarti penyebaran kapitalisme pasar bebas ke
setiap negara di dunia.Karenanya globalisasi juga memiliki aturan perekonomian
tersendiri – peraturan yang bergulir seputar pembukaan, deregulasi, privatisasi
perekonomian Anda, guna membuatnya lebih kompetitif dan atraktif bagi investasi
luar negeri. (halaman 9). Menurut catatan dari Friedman (2002), pada tahun
1975, di puncak Perang Dingin, hanya 8% dari negara di seluruh dunia yang
mempunyai rezim kapitalis pasar bebas. Sampai tahun 1997, jumlah negara dengan
rezim perekonomian liberal menjadi 28%.Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor
pendorong kedua ini dipicu, kalau tidak bisa dikatakan dipaksa oleh penerapan
liberalisasi perdagangan dunia dalam konteks WTO atau pada tingkat regional
seperti AFTA, UE dan NAFTA. Dalam kata lain, liberalisasi perdagangan dunia
mempercepat laju dari proses globalisasi ekonomi. Dapat diprediksi bahwa pada
tahun 2020 nanti, tahun di mana semua negara di dunia sudah harus menerapkan
kebijakan tarif impor dan subsidi ekspor nol, derajat dari globalisasi ekonomi
akan jauh lebih tinggi daripada saat ini.
Faktor pendorong ketiga adalah mengglobalnya
pasar uang yang prosesnya berlangsung berbarengan dengan keterbukaan ekonomi
dari negara-negara di dunia (penerapan sistem perdagangan bebas dunia).
Sebenarnya faktor ketiga ini dengan faktor kedua di atas saling terkait, atau
tepatnya saling mendorong satu sama lainnya: semakin mengglobal pasar finansial
membuat semakin mudah dan semakin besar volume kegiatan ekonomi antarnegara;
sebaliknya semakin liberal sistem perekonomian dunia semakin mempercepat proses
globalisasi finansial karena semakin besar kebutuhan pendanaan bagi
kegiatan-kegiatan produksi dan investasi
·
Demokrasi Ekonomi
Demokrasi ekonomi terkait
erat dengan pengertian kedaulatan rakyat di bidang ekonomi. Istilah kedaulatan
rakyat itu sendiri biasa dikembangkan oleh para ilmuwan sebagai konsep filsafat
hukum dan filsafat politik. Sebagai istilah, kedaulatan rakyat itu lebih sering
digunakan dalam studi ilmu hukum daripada istilah demokrasi yang biasa dipakai
dalam ilmu politik. Namun, pengertian teknis keduanya sama saja, yaitu
samasamaberkaitan dengan prinsip kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh
rakyat, dan untukrakyat.
Gagasan demokrasi ekonomi tercantum eksplisit
dalam konstitusi sebagai hokum tertinggi di negara kita. UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 memang mengandung gagasan demokrasi politik
dan sekaligus demokrasi ekonomi. Artinya, dalam pemegang kekuasaan
tertinggi di negara kita adalah rakyat, baik di bidang politik maupun
ekonomi. Seluruh sumber daya politik dan ekonomi dikuasai oleh rakyat yang berdaulat.
Dalam sistim demokrasi yang dibangun tentu tidak semuanya secara
langsung dikuasai oleh rakyat. Beberapa bagian yang pokok diwakilkan
pengurusannya kepadanegara, dalam hal ini kepada (i) MPR, DPR, DPD, dan
Presiden dalam urusanpenyusunan haluan-haluan dan perumusan kebijakan-kebijakan
resmi bernegara, dan (ii) kepada Presiden dan lembaga-lembaga
eksekutif-pemerintahan lainnya dalam urusan-urusan melaksanakan haluan-haluan
dan kebijakan-kebijakan negara itu, serta (iii) secara tidak langsung kepada
lembaga peradilan dalam urusan mengadili pelanggaran terhadap haluan dan
kebijakan-kebijakan negara itu.
Namun, terlepas dari adanya pendelegasian
kewenangan dari rakyat yang berdaulat kepada para delegasi rakyat, baik di
bidang legislatif, eksekutif, maupun judikatif itu, makna kedaulatan
rakyat sebagai kekuasaan tertinggi menurut system demokrasi politik dan
demokrasi ekonomi itu tidak dapat dikurangi dengan dalih kewenganan rakyat
sudah diserahkan kepada para pejabat. Dalam konteks bernegara, kedaulatan
rakyat itu bersifat ‘relatif mutlak’, meskipun harus diberi makna yang
terbatas sebagai perwujudan ke-Maha-Kuasaan Allah sebagaimana diakui dalam
Alinea Ketiga Pembukaan UUD 1945. Sebagai konsekwensi tauhid, yaitu
keimanan bangsa Indonesiakepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa, maka setiap
manusia Indonesia dipahami sebagai Khalifah Tuhan di atas muka bumi yang
diberi kekuasaan untuk mengolah dan mengelola alam kehidupan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran bersama berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi-berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuandan kesatuan
ekonomi nasional, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 33 ayat (4) UUD1945.
PERKEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI
A. Perkembangan Koperasi
Perkembangan koperasi di Indonesia saat ini menunjukkan kinerja
yang secara umum positif . Pada periode 2009 sampai 2013, jumlah unit dan
anggota koperasi terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan unit sekitar 4,2
persen, dan anggota sebesar 4,1 persen. Rata-rata jumlah anggota pada tahun
2014 adalah sekitar 174 orang per koperasi. Di sisi lain, perkembangan tersebut
menunjukkan kebutuhan yang tinggi terhadap pendampingan dalam penerapan
prinsip-prinsip koperasi. Hal ini mengingat baru sekitar 54,3 persen dari koperasi
aktif yang sudah melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT) pada tahun 2014.
Profesionalisme pengelolaan koperasi juga perlu ditingkatkan
Perkembangan usaha koperasi yang ditunjukkan dari aspek-aspek
modal, volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU) juga menunjukkan kinerja yang
terus meningkat. Jumlah modal koperasi meningkat rata-rata sekitar 28,9 persen,
yang utamanya didorong oleh peningkatan partisipasi anggota dalam memupuk modal
koperasi secara mandiri. Kondisi ini mendorong perbaikan rasio modal sendiri
dan modal luar koperasi, dan menjadi indikasi peningkatan kemandirian koperasi.
Peningkatan SHU yang lebih tinggi dibandingkan dengan volume usaha menunjukkan
perbaikan nilai kemanfaatan ekonomi koperasi, selain kemanfaatan dari layanan
dan produk yang disediakan koperasi bagi anggotanya.
Berdasarkan kegiatan ekonomi, populasi koperasi terbesar
terdapat di sektor tersier (78,0 persen), sedangkan proporsi koperasi di sektor
primer dan sekunder masing-masing adalah sebesar 21,0 persen dan 1,0 persen. Sementara
berdasarkan jenis, proporsi koperasi konsumen merupakan yang terbesar (Gambar
I.2). Khusus untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP), perkembangannya menunjukkan
peran yang semakin penting dalam mendukung keuangan inklusif di Indonesia.
Jumlah KSP sampai dengan Oktober 2012 adalah sebanyak 8.761 unit dengan jumlah
anggota lebih dari 2,9 juta orang. Di luar populasi KSP, terdapat 86.203
koperasi non KSP yang memiliki unit simpan pinjam (USP) yang melayani lebih
dari 14,8 juta anggotanya. Layanan pembiayaan yang disediakan oleh USP pada
koperasi serba usaha bahkan berperan sentral dalam mendukung keberlanjutan
usaha-usaha produktif skala mikro dan kecil terutama di sektor pertanian,
perikanan dan industri kecil di perdesaan. Sementara secara kewilayahan, perbandingan
jumlah koperasi aktif antara Jawa dan Luar Jawa menunjukkan proporsi sebesar
52,2 persen koperasi aktif berada di Jawa dan 47,6 persen koperasi aktif berada
di luar Jawa. Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat memiliki jumlah
koperasi aktif terbesar di wilayah Jawa dan Indonesia, sedangkan Provinsi
Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Bali memiliki jumlah koperasi aktif
terbesar di Luar Jawa. Gambaran mengenai perkembangan koperasi tersebut
menunjukkan kebutuhan terhadap kebijakan pemberdayaan koperasi yang difokuskan
pada perbaikan penerapan prinsip-prinsip koperasi dan penguatan
pengelolaan usaha koperasi. Peran aktif anggota koperasi juga perlu diperkuat
dalam rangka mempercepat kemandirian koperasi. Koperasi juga dapat ditingkatkan
kemampuannya untuk berkembang besar dan sejajar dengan bentuk bangun ekonomi
lain tanpa harus meninggalkan jatidirinya. Peran koperasi sebagai kekuatan
penyeimbang (countervailing power) perlu diperkuat dalam peningkatan
kesejahteraan rakyat yang tidak hanya berorientasi pada aspek pertumbuhan saja
namun juga pada aspek pemerataan. Upaya tersebut perlu dilengkapi dengan
perbaikan kinerja koperasi berdasarkan bidang dan lokasi usahanya. Hal ini
sangat penting dilakukan dalam rangka mendorong pertumbuhan koperasi untuk
menjadi penggerak perekonomian khususnya di sentra-sentra produksi di luar
Jawa.
B. Perkembangan UMKM
Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian
Indonesia ditunjukkan oleh populasinya sebagai pelaku usaha terbesar, serta
kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan produk domestik bruto
(PDB), ekspor dan penciptaan modal tetap/investasi . Ditinjau secara sektoral,
sebagian besar UMKM bergerak di sektor primer (50,1 persen), dan sektor tersier
(42,5 persen), dan sebagian kecil di sektor sekunder.
Kinerja UMKM secara umum cukup bervariasi dari tahun ke tahun.
Kontribusi PDB UMKM mengalami tren penurunan dari 58,6 persen pada tahun 2008
menjadi 57,5 pada tahun 2012. Kondisi ini diakibatkan tingkat pertumbuhan
output UMKM yang cenderung berfluktuasi dan masih lebih rendah dibandingkan
dengan tingkat pertumbuhan output usaha besar. Variasi pertumbuhan PDB UMKM
juga terjadi antar sektor. Dampak dari kondisi ini yaitu adanya kesenjangan
tingkat produktivitas antara UMKM dengan usaha besar. Kondisi yang sama juga
terjadi di sektor-sektor dimana UMKM merupakan pelaku usaha yang dominan
seperti sektor pertanian dan perdagangan. Rendahnya produktivitas menjadi
kendala bagi UMKM untuk berkembang dan mencapai skala ekonomi yang semakin
besar. Kondisi ini menyebabkan fenomena missing middle, dimana perekonomian
mengalami kekurangan jumlah usaha kecil dan menengah yang sebenarnya dibutuhkan
untuk menopang industrialisasi dan ekspor. Kondisi ini juga mempengaruhi sejauh
mana UMKM dapat berpartisipasi dalam jaringan produksi dan pemasaran global.
Berdasarkan tingkat produktivitas dan kebutuhan untuk
meningkatkan populasi usaha kecil dan menengah, maka peningkatan produktivitas
usaha mikro dijadikan sebagai target pemberdayaan UMKM ke depan. Perbaikan
kapasitas dan produktivitas usaha mikro dapat dilakukan melalui penguatan aset,
keterampilan dan keterhubungannya dengan jaringan usaha dan pemasaran dalam
satu sistem bisnis yang mapan. Peningkatan kapasitas usaha mikro juga
diharapkan dapat meningkatan pendapatan masyarakat secara umum yang selanjutnya
akan berkontribusi pada pengurangan angka kemiskinan. Peran usaha kecil dan
menengah juga perlu ditingkatkan dalam memperkuat basis produksi di dalam
negeri, dan partisipasi di pasar ekspor dan investasi.
Kebijakan pemberdayaan UMKM ke depan juga diharapkan untuk
semakin inklusif. Kebijakan UMKM perlu diarahkan untuk mendukung peningkatan
nilai tambah dan produktivitas di sektor-sektor dengan populasi UMKM terbesar
seperti sektor pertanian, perikanan, dan industri pengolahan. Pada saat yang
sama, upaya pengembangan UMKM ke depan juga perlu mempertimbangkan kebutuhan
akselerasi perkembangan ekonomi di wilayah luar Jawa, serta penangangan isu
keterhubungan ekonomi antara kota dan desa. Pengembangan UMKM ke depan juga
perlu menyediakan kesempatan yang sama bagi masyarakat, terlepas dari keragaman
latar belakang termasuk gender dan keterbatasan kemampuan fisik, untuk
mengembangkan usaha produktif dan meningkatkan kesejahteraannya
SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI
A. Sektor Pertanian Indonesia
1. Definisi Pertanian
Menurut A.T Mosher (1968; 19) mengartikan
pertanian sebagai sejenis proses produksi khas yang didasarkan atas proses
pertumbuhan tanaman dan hewan. Kegiatan-kegiatan produksi di dalam setiap usaha
tani merupakan suatu bagian usaha, dimana biaya dan penerimaan adalah penting.
Sedangkan Mubyarto (1989; 16-17) membagi definisi pertanian dalam
arti luas dan pertanian dalam arti sempit. Pertanian dalam arti luas mencakup :
1. Pertanian
rakyat atau disebut sebagai pertanian dalam arti sempit.
2. Perkebunan
(termasuk didalamnya perkebunan rakyat atau perkebunan besar).
3. Kehutanan.
4. Peternakan.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam arti sempit pertanian
diartikan sebagai pertanian rakyat. Pertanian rakyat merupakan usaha pertanian
keluarga di mana diproduksinya bahan makanan utama seperti beras, palawija
(jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian), dan tanaman-tanaman hortikultura yaitu
sayuran dan buah-buahan.
Dapat diambil kesimpulan bahwa
pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
2. Kontribusi Sektor Pertanian bagi Perekonomian Indonesia
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat
penting dalam perekonomian di Indonesia. Sampai tahun 1991 sektor pertanian
menyumbang 17,66 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan
menyerap 49,24 persen tenaga kerja nasional. Di samping itu sektor pertanian
juga menyangga kehidupan sekitar 77,74 persen penduduk Indonesia yang tinggal
di pedesaan, serta merupakan pendukung utama sektor agroindustri dalam
mendorong dan memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Top of Form
Bottom of Form
Sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian
memiliki beberapa peranan, yang juga tertuang dalam Program Repelita VI era
Presiden Soeharto dahulu. Peranan sektor pertanian bagi Indonesia tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Mensejahterakan
petani
Sektor pertanian merupakan sumber utama
kehidupan dan pendapatan masyarakat petani. Mensejahterakan di sini mengandung
arti luas sehingga menumbuhkembangkan partisipasi petani dan mampu meningkatkan
keadaan sosial ekonomi petani melalui peningkatan akses terhadap teknologi,
modal, dan pasar.
2. Menyediakan
pangan
Peranan klasik dari sektor pertanian dalam
perekonomian nasional adalah penyediaan bahan pangan bagi penduduk Indonesia
yang saat ini berjumlah 220 juta jiwa. Dengan peranan pertanian sebagai penyedia
bahan pangan yang relatf murah, telah memungkinkan biaya hidup di Indonesia
tergolong rendah di dunia. Dan rendahnya biaya hidup di Indonesia menjadi salah
satu daya saing nasional. Keberhasilan dalam penyediaan bahan pangan yang cukup
dan stabil meimilki peran yang besar dalam penciptaaan ketahanan pangan
nasional (food security) yang erat kaitannya dengan stabilitas sosial,
ekonomi, dan politik.
3. Sebagai
wahana pemerataan pembangunan
Pembangunan pertanian harus didukung oleh
pembangunan wilayah baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sosial
ekonomi kemasyarakatan.
4. Merupakan
pasar input bagi pengembangan agroindustri
Indonesia mempunyai sumber daya pertanian yang
sangat besar, namun produk pertanian umumnya mudah busuk, banyak memakan
tempat, dan musiman. Sehingga dalam era globalisasi dimana konsumen umumnya
cenderung mengonsumsi nabati alami setiap saat, dengan kualitas tinggi, tidak
busuk, dan makan tempat, maka peranan agroindustri akan dominan.
Dan jika sektor pertanian terus ditingkatkan
maka diharapkan sektor ini mampu menghasilkan pangan dan bahan mentah yang
cukup bagi pemenuhan kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli rakyat, dan mampu
melanjutkan proses industrialisasi.
5. Menghasilkan
devisa
Sektor pertanian merupakan penghasil devisa yang
penting bagi Indonesia. Salah satu subsektor andalannya adalah subsektor
perkebunan, seperti ekspor komoditas karet, kopi, teh, kakao, dan minyak sawit.
Lebih dari 50% total produksi komoditas-komoditas tersebut adalah untuk
diekspor.
Pada lima tahun terakhir, subsektor perkebunan
secara konsisten menyumbang devisa dengan rata-rata nilai ekspor produk
primernya mencapai US$ 4 milyar per tahun. Sumbangan sektor pertanian terhadap
pembangunan dan devisa negara ditentukan oleh produktivitas dari sektor ini.
Sumbangan terbesar sektor pertanian selama PJP I (Pembangunan Jangka Panjang)
adalah tercapainya swasembada pangan, khususnya beras dalam tahun. Pada masa
tersebut Indonesia mampu mengekspor beras ke beberapa negara miskin sehingga
dapat menambah devisa. Dampak swasembada tersebut adalah meningkatnya
pendapatan masyarakat, kualitas gizi, serta penghematan devisa. Selain itu,
swasembada pangan juga telah meningkatkan kestabilan ekonomi nasional.
6. Menyediakan
lapangan pekerjaan
Sebagaimana diterangkan di awal, sektor
pertanian memiliki peran penting dalam menyerap tenaga kerja. Di tahun 1994
saja (BPS, 1996) 46% dari 82 juta jiwa angkatan kerja pada tahun itu diserap oleh
subsektor pertanian primer.
Lalu subsektor perkebunan memberikan
kontribusinya dalam pembangunan nasional. Sampai tahun 2003, jumlah tenaga
kerja yang terserap oleh subsektor ini diperkirakan mencapai 17 juta jiwa.
Kontribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaannya pun mempunyai nilai tambah
tersendiri, karena subsektor perkebunan menyediakan lapangan kerja di pedesaan
dan daerah terpencil. Dengan demikian, selain menyediakan lapangan kerja
subsektor perkebunan ikut mengurangi arus urbanisasi.
7. Peningkatan
pendapatan nasional
Berdasarkan data yang diperoleh, subsektor
perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai kontribusi penting
dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap
produk domestik bruto (PDB). Dari segi nilai absolut berdasarkan harga yang
berlaku PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp 33,7 triliun pada tahun
2000 menjadi sekitar Rp 47,0 triliun pada tahun 2003, atau meningkat dengan
laju sekitar 11,7% per tahun. Dengan peningkatan tersebut, kontribusi PDB
subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah sekitar 16%. Terhadap
PDB secara nasional tanpa migas, kontribusi subsektor perkebunan adalah sekitar
2,9% atau sekitar 2,6% PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun
1993, pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17,6%,
sedangkan terhadap PDB non migas dan PDB nasional masing-masing adalah 3,0% dan
2,8%.
8. Mempertahankan
kelestarian sumber daya
Tidak ada satu pun negara di dunia seperti
Indonesia yang kaya akan beraneka ragam sumber daya pertanian secara alami (endowment
factor). Maka dari itu, diharapkan dalam penggunaannya sumber daya ini
digunakan secara optimal dan tetap memperhatikan aspek kelestarian sumber daya
pertanian.
4. Kendala dalam Pengembangan Sektor Pertanian di Indonesia
Dalam pengembangan sektor pertanian masih
ditemui beberapa kendala, terutama dalam pengembangan sistem pertanian yang
berbasiskan agribisnis dan agroindustri. Kendala yang dihadapi dalam
pengembangan pertanian khususnya petani skala kecil, antara lain:
Pertama, lemahnya struktur permodalan dan
akses terhadap sumber permodalan. Salah satu faktor produksi penting dalam
usaha tani adalah modal. Secara umum pemilikan modal petani masih relatif
kecil, karena modal ini biasanya bersumber dari penyisihan pendapatan usaha
tani sebelumnya. Untuk memodali usaha tani selanjutnya petani terpaksa memilih
alternatif lain, yaitu meminjam uang pada orang lain yang lebih
mampu (pedagang) atau segala kebutuhan usaha tani diambil dulu dari toko dengan
perjanjian pembayarannya setelah panen. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan
petani sering terjerat pada sistem pinjaman yang secara ekonomi merugikan pihak
petani.
Kedua, ketersediaan lahan dan masalah
kesuburan tanah. Kesuburan tanah sebagai faktor produksi utama dalam pertanian
makin menurun. Permasalahannya bukan saja menyangkut makin terbatasnya lahan
yang dapat dimanfaatkan petani, tetapi juga berkaitan dengan perubahan perilaku
petani dalam berusaha tani. Dari sisi lain mengakibatkan terjadinya pembagian
penggunaan tanah untuk berbagai subsektor pertanian yang dikembangkan oleh
petani.
Ketiga, terbatasnya kemampuan dalam penguasaan
teknologi. Usaha pertanian merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu
tertentu. Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan
sarana produksi yang merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam
proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan. Petani yang
bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usaha taninya haruslah memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha
tani, sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan
efisiensi usaha yang dilakukan.
Keempat, lemahnya organisasi dan manajemen usaha
tani. Organisasi merupakan wadah yang sangat penting dalam masyarakat, terutama
kaitannya dengan penyampaian informasi (top down) dan panyaluran
inspirasi (bottom up) para anggotanya. Dalam pertanian, organisasi yang
tidak kalah pentingnya adalah kelompok tani. Selama ini kelompok tani sudah
terbukti menjadi wadah penggerak pengembangan pertanian di pedesaan. Hal ini
dapat dilihat dari manfaat kelompok tani dalam hal memudahkan koordinasi,
penyuluhan dan pemberian paket teknologi.
Kelima, kurangnya kuantitas dan kualitas
sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis. Petani merupakan sumberdaya manusia
yang memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan
usaha tani, karena petani merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha
tani itu sendiri. Ada dua hal yang dapat dilihat berkaitan dengan sumberdaya manusia
ini, yaitu jumlah yang tersedia dan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri.
Kedua hal ini sering dijadikan sebagai indikator dalam menilai permasalahan
yang ada pada kegiatan pertanian.
B. Pengertian Nilai Tukar
Petani (NTP)
Nilai Tukar Petani merupakan salah satu
indicator yang biasa digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan petani di
pedesaan pada tahun tertentu di bandingkan dengan kondisi pada tahun dasar
(Setiani, et-al, 2007). Nilai tukar petani adalah salah satu
indicator produksi untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani, sebagai
persentase dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks
harga yang dibayar petani (Karmiati, 2006). Yang dimaksud dengan nilai tukar
petani adalah perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan
indeks harga yang dibayar petani (Ib) dalam persentase. Nila tukar petani juga
merupakan suatu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
atau kemampuan daya beli petani (BPS, 2006). Secara konsepsional nilai tukar
petani adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang
dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah
tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian.
Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha
untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian
dalam arti luas yang meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan
termasuk penangkapan ikan, dan pemungutan hasil laut (Hernanto,1991). Petani
yang dimaksud disini adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman
bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat) atas resiko sendiri dengan tujuan
untuk dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap
(sewa/kontrak/bagi hasil) (BPS, 2006). Harga yang diterima petani adalah
rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya
transportasi atau pengangkutan dan biaya pengepakan ke dalam harga penjualannya
atau disebut Fram Gate (harga di sawah/ladang setelah
pemetikan). Pengertian harga rata-rata adalah harga yang bila dikalikan dengan
volume penjualan petani akan mencerminkan total uang yang diterima petani
tersebut.
Harga yang dibayar petani adalah rata-rata harga
eceran barang atau jasa yang dikonsumsi atau dibeli petani, baik untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangganya sendiri maupun untuk keperluan biaya produksi
pertanian. Pasar adalah tempat terjadinya transaksi antara penjualan dan
pembelian atau tempat yang biasanya terdapat penawaran dan permintaan. Harga
eceran pedesaan adalah harga transaksi antar penjual dan pembeli secara eceran
di pasar setempat untuk tiap jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk
dikonsumsi sendiri dan bukan untuk dijual kepada pihak lain.
1. Indeks
Harga yang Diterima Petani (It) dan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib)
It merupakan suatu indikator tingkat
kesejahteraan petani produsen dari sisi pendapatan, sedangkan Ib dari sisi
kebutuhan petani baik untuk konsumsi maupun produksi.
Arti Angka Nilai Tukar Petani
Secara umum ada tiga macam pengertian
NTP, yaitu:
· NTP>100,
berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari
kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluaran
nya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat
kesejahteraan petani sebelumnya.
· NTP
= 100, berarti petani mengalami impas/ break even. Kenaikan atau penurunan
harga barang produksinya sama dengan persentase kenaikan atau penurunan harga
barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan.
· NTP
< 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang
produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang
konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami
penurunan dibanding tingkat kesejahteraan petani periode sebelumnya.
Arti Penting Nilai Tukar Petani
Secara teori, kesejahteraan petani akan
meningkat apabila selisih antara hasil penjualannya dan biaya produksinya
bertambah besar, atau nilai tambahnya meningkat. Jadi besar kecilnya nilai
tambah petani ditentukan oleh besar kecilnya nilai tambah petani ditentukan
oleh besar kecilnya nilai tukar petani (NTP). NTP ditunjukkan dalam bentuk
rasio antara indeks harga yang diterima petani, yakni indeks harga jual
outputnya, terhadap indeks harga yang dibayar petani, yakni indeks harga
inputinput yang digunakan untuk bertani, misalnya pupuk, pestisida, tenaga
kerja, irigasi, bibit, sewa traktor, dan lainnya. Berdasarkan rasio ini, maka
dapat dikatakan semakin tinggi NTP semakin baik profit yang diterima petani,
atau semakin baik posisi pendapatan petani.
Nilai tukar petani penting untuk diukur dan
diketahui untuk menunjukkan keadaan tingkat kesejahteraan petani, yang
memberikan gambaran berapa besar tingkat kemiskinan dan keberhasilan kebijakan
pemerintah. Nilai tukar petani juga penting sebagai pengukur kemampuan daya
tukar sektor pertanian terhadap sector non pertanian. Fluktuasi NTP menunjukkan
fluktuasi kemampuan riil petani dan mengindikasikan kesejahteraan petani.
2. Faktor –
factor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani
(BPS, 2006):
1. Indeks
harga yang diterima petani (It). It digunakan untuk mengetahui fluktuasi harga komoditas
pertanian yang dihasilkan petani.
It ini terdiri dari:
· Indeks
sub sektor tanaman bahan makanan (TBM), yang terdiri dari indeks kelompok
tanaman padi, indeks kelompok tanaman palawija, indeks kelompok tanaman
sayur-sayuran, dan indeks kelompok tanaman buah-buahan.
· Indeks
sub sektor tanaman perkebunan rakyat (TPR) dengan komoditi a.l. cengkeh, jahe,
jambu mete, jarak, kakao, karet, kapas, kapok, kayu manis, kelapa, kemiri,
kina, kopi, lada, pala, panili, tebu, tembakau, the, serta tanaman perkebunan
lainnya).
2. Indeks
harga yang dibayar petani (Ib), digunakan untuk melihat fluktuasi harga
komoditas yang dikonsumsi oleh petani dan harga barang yang diperlukan untuk
memproduksi hasil pertanian, terdiri dari:
a. Indeks
kelompok konsumsi rumah tangga (KRT) yang meliputi:
1) Indeks sub
kelompok makanan, yang meliputi: padi-padian dan penggantinya, yaitu:
· daging,
ikan dan unggas
· susu,
telur, dan minyak
· sayur-sayuran
· buah-buahan
· kacang-kacangan
· lain-lain
bahan makanan dan minuman
2) Indeks sub
kelompok perumahan, yang meliputi:
· biaya
tempat tinggal
· bahan
bakar dan penerangan
· alat-alat
rumah tangga
· lain-lain
keperluan rumah tangga
3) Indeks sub
kelompok pakaian, yang meliputi:
· pakaian
jadi dan alas kaki
· barang-
barang pribadi
· bahan
pakaian
4) Indeks sub
kelompok barang dan jasa, yang meliputi:
· perawatan
kesehatan
· perawatan
pribadi
· pendidikan
· tembakau
dan rokok
· lain-lain
b. Indeks
Kelompok Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM), yang meliputi:
· Indeks
sub kelompok:
(1) bibit
(2) pupuk dan obat-obatan
(3) sewa hewan atau
tenaga
· Indeks
sub kelompok upah, yang meliputi upah buruh
· Indeks
sub kelompok lainnya, misalnya pengeluaran untuk kebutuhan lainnya.
· Indeks
sub kelompok penambahan barang modal
3. Rumus
Menghitung Nilai Tukar Petani
Rumus untuk penghitungan Nilai TukarPetani (NTP) adalah (BPS,
2006) :
Keterangan:
NTP : Nilai tukar petani
It : Indeks harga yang diterima petani
Ib : Indeks harga yang dibayar petani.
C. Sektor Industri
Keputusan Indonesia untuk
membuat pertanian menjadi landasan perencanaan pembangunan negara memang tidak
sejalan dengan kebijaksanaan konvensional. Di tengah penekanan pembangunan
pertanian itu tentu saja pemerintah sadar sepenuhnya bahwa Indonesia
tidak bisa terus menerus bergantung pada pertanian untuk menjadi negara
modern. Pada akhir decade enam puluhan, ketika pemerintah Orba meluncurkan
rencana pembangunan ekonominya, sebagian besar literature dalam bidang ekonomi
mengidentikkan pembangunan dengan industrilisasi. Hal ini terlihat lebih nyata
lagi misalnya dalam penanaman negara yang sudah mencapai standar hidup yang
tinggi bagi penduduknya sebagai negara industry. Meskipun Indonesia telah
mengadopsi kebijakan yang mendahulukan pertanian, tim ekonomi negara tetap
punya komitmen besar terhadap industrilisasi sebagai sebuah pilar bagi strategi
pembangunan ekonomi negara. Mereka juga sadar bahwa program yang keliru untuk
mencapai industrilisasi secara terburu-buru bisa menjadi boomerang yang
menyebabkan disalokasi ekonomi, investasi terbuang percuma, dan penghamburan
kekayaan negara yang langka.
Bukti statistic darai zaman
Sukarno terlalu sedikit dan masih kacau sehingga sukar untuk memperkirakan
keadaan industrilisasi Indonesia pada masa tersebut. Namun demikian, bukti yang
tersedia mengisyaratkan bahwa pada masa permulaan Orba, Indonesia termasuk
negara yang paling rendah tingkat industrilisasinya diantara negara-negara
sedang berkembang yang besar.
Memandang ke belakang,
akhir decade Sembilan puluhan, saat Indonesia mulai menjadi negara industry
baru (NIC, Newly Industrialized Country), orang bisa dengan mudah
berpikir bahwa kita telah berhasil. Namun, dalam prosesnya, kita kadang-kadang
membuat kesalahan yang membawa kepada jalan buntu. Ada banyak pengalaman
berharga yang kita peroleh terutama pada tahun-tahun awal.
Pengalaman-pengalaman ini bisa disarikan sebagai berikut :
1. Proteksionisme
(baik untuk menopang industry yang baru berkembang maupun untuk keperluan
pemerataan bagi kelompok tertinggal) bisa berperan penting dalam pembangunan
ekonomi, hanya bila proteksi ini dilaksanakan dengan tujuan yang terdefinisi
dengan jelas dan masa penerapannya dibatasi.
2. Sukses
kebijakan industry tak lepas dari terpeliharanya nilai tukar mata uang yang
realistis
3. Strategi
ekonomi harus bersifat fleksibel dan realistis, sehingga dapat diubah sesuai
dengan perkembangan situasi, dan bila perlu dihentikan kalau sudah kadaluwarsa.
· Karakteristik
Industri Indonesia
Sector industry Indonesia dibagi menjadi
empat klasifikasi, yaitu :
1. Industry
rumah tangga
2. Industry
kecil
3. Industry
menengah
4. Industry
besar
D. Keterkaitan Pertanian dengan
Industri Manufaktur
Jika mau berkaca dari negara yang telah lebih
dahulu maju dibanding dengan Indonesia, pada awalnya mereka (negara-negara
maju) menitikberatkan pembangunan perekonomian mereka pada sektor pertanian
untuk kemudian dikembangkan dan beralih perlahan-lahan menjadi sektor industri.
Perubahan ini tidak berlangsung secara tiba-tiba melainkan dengan serangkaian
proses yang panjang dan tentunya pertanian dijadikan sebagai pondasi, baik
sebagai penyedia bahan baku maupun modal untuk membangun industri.
Berkaca pada krisis yang telah terjadi, proses
industrialisasi yang didengung-dengungkan pemerintah kurang mendapat moment
yang tepat. Pada akhirnya Indonesia yang direncanakan akan menjadi negara
industri-dalam waktu yang tidak lama lagi, tidak terwujud hingga saat sekarang
ini.
Melihat kenyataan itu, sudah seharusnya kita
memutarbalikkan kemudi ekonomi untuk mundur selangkah merencanakan dan kemudian
melaksanakan dengan disiplin setiap proses yang terjadi. Yang terpenting yaitu
harus dapat dipastikan bahwa sektor pertanian mendapat prioritas dalam proses
pembangunan tersebut. Mengingat, sampai dengan saat ini negara-negara maju pun
tidak dapat meninggalkan sektor pertanian mereka, hingga kalau sekarang kita
coba melihat sektor pertanian sekelas negara maju, sektor pertanian mereka
mendapat proteksi yang besar dari negara dalam bentuk subsidi dan bantuan
lainnya.
Ada beberapa alasan (yang dikemukakan oleh
Dr.Tulus Tambunan dalam bukunya Perekonomian Indonesia) kenapa sektor pertanian
yang kuat sangat esensial dalam proses industrialisasi di negara Indonesia,
yakni sebagai berikut :
1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin
dan ini merupakan salah satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada
khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik.
Ketahanan pangan berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan
sosial dan politik.
2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yang
kuat membuat tingkat pendapatan rill per kapita disektor tersebut tinggi yang
merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang nonfood,
khususnya manufaktur. Khususnya di Indonesia, dimana sebagaina besar penduduk
berada di pedesaan dan mempunyai sumber pendapatan langsung maupun tidak
langusng dari kegitan pertanian, jelas sektor ini merupakan motor utama
penggerak industrialisasi.
3. Dari sisi penawaran, sektor pertanian merupakan salah satu
sumber input bagi sektor industri yang mana Indonesia memiliki keunggulan
komparatif.
4. Masih dari sisi penawaran, pembangunan yang baik disektor
pertanian bisa menghasilkan surplus di sektor tersebut dan ini bisa menjadi
sumber investasi di sektor industri, khususnya industri berskala kecil di
pedesaan.
Melihat hal itu, sangat penting untuk kita
saling bersinergi dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Pemerintah-dalam
hal ini pemangku kebijakan, membuat regulasi yang memiliki tujuan yang selaras
dengan cita-cita bersama, menganggarkan dana untuk pengembangan pertanian,
memberikan pengetahuan dengan jalan memberdayakan tenaga penyuluh pertanian
agar dapat membantu petani dengan maksimal.
Bank dalam hal ini penyedia dana publik dapat
lebih bersahabat dengan petani, agar keterbatasan dana dapat teratasi dengan
bantuan bank sebagai penyedia dana dengan bunga yang kecil, perguruan tinggi
sangat penting untuk mengadakan penelitian-penelitian yang masiv dan dapat
diaplikasikan langsung untuk meningkatkan produktivitas pertanian, swasta
diharapkan dapat menginvestasikan modal mereka untuk membuat pabrik-pabrik pengolahan
produk-produk pertanian kita sehingga ketika kita ingin memasarkannya ke luar
(ekspor) maka kita akan dapat menghasilkan pendapatan lebih (karena nilai yang
lebih tinggi) dan tentunya masyarakat (petani) sebagai subjek dapat dengan
benar-benar serius dalam menjalankan setiap program yang diberikan pemerintah
(dengan asumsi program yang dibuat oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan oleh petani).
Ketika hal ini berjalan dengan baik, maka kita
dapat meningkatkan produk-produk pertanian kita sejalan dengan peningkatan
industri manufaktur yang membutuhkan bahan baku yang kita produksi dari
para petani-petani kita. Maka dari itu, peningkatan pendapatan para petani akan
berkorelasi positif terhadap meningkatnya kesejahteraan petani dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
https://www.academia.edu/9655359/DAMPAK_INVESTASI_SEKTOR_PERTANIAN_TERHADAP_PEREKONOMIAN_SUMATERA_UTARA_PENDEKATAN_ANALISIS_INPUT_-OUTPUT
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi/forum-agro-ekonomi/411-forum-agro-ekonomi-vol-31-no-2-2013/2581-nilai-tukar-petani-konsep-pengukuran-dan-relevansinya-sebagai-indikator-kesejahteraan-petani
http://www.koran-sindo.com/read/947091/150/investasi-di-sektor-pertanian-melambat-1420599429http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/05/16/melihat-investasi-dalam-pertanian-457620.html
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/02/15/keterkaitan-pertanian-dengan-industri-manufaktur-439256.html
http://metabinasabila-meta.blogspot.com/2012/03/perekonomian-indonesia-perkembangan.html
Langganan:
Postingan (Atom)